A.
Ikllim Matahari
Iklim matahari merupakan metode klasifikasi iklim
berdasarkan banyaknya radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di
beberapa tempat. Oleh karena posisi bumi terhadap matahari mempunyai kemiringan
23½o maka selama berevolusi terjadi perubahan posisi matahari
terhadap bumi. Perubahan
posisi itu merupakan gerakan semu matahari antara 23½ oLU – 23 ½ oLS.
Jadi titik lintang tertinggi yang dilalui gerak semu matahari itu adalah 23½ oLU/LS,
sehingga untuk lintang >23 ½ oLU/LS tidak pernah dilalui lintasan
gerak semu matahari. Akibatnya tempat-tempat yang berada di daerah lintasan
gerak semu matahari yaitu antara 23 ½ oLU – 23 ½ oLS
mendapatkan radiasi matahari dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan
daerah lintang tempat >23 ½ oLU/LS.
Pembagian iklim matahari
adalah sebagai berikut::
1. Iklim Tropik (23 ½ oLU-
23 ½ oLS)
Iklim tropik mempunyai ciri adanya suhu yang selalu
tinggi sepanjang tahun. Amplitudo suhu tahunan kecil, sehingga permusiman
berdasarkan perbedaan suhu tidak ada, tetapi yang ada permusiman berdasarkan
perbedaan curah hujan. Pada daerah tropik terdapat jalur tekanan rendah equator
yang disebut juga sebagai daerah doldrum. Pada daerah ini terdapat pertemuan
angin yang berasal dari daerah lintang kuda di utara (angin pasat timur laut)
dan selatan equator (angin passat tenggara). Daerah pertemuan tersebut sebagai
daerah konvergensi intertropik (ITC = Intertropic
Convergen Zone). Curah hujan sangat tinggi dengan tipe hujan konvergen dan
konvektif.
2. Iklim Subtropik (23 ½ oLU-40oLU
dan 23 ½ oLS-40oLS)
Iklim subtropik mempunyai ciri amplitudo suhu tahunan
yang lebih besar daripada iklim tropik. Tetapi suhu tertinggi bulanan tidak
diimbangi dengan curah hujan yang tinggi seperti pada iklim tropik. Curah hujan
sedikit sekali, sebab di daerah ini terjadi gerakan angin divergen pada udara
permukaannya, tetapi di udara atas terjadi konvergensi antara angin yang
berasal dari kutub dengan angin yang berasal dari equator, akibatnya terjadi
gerak udara menukik turun yang menyebabkan tekanan udara menjadi lebih tinggi.
Kondisi ini menyulitkan terjadinya hujan. Oleh sebab itu pada daerah iklim subtropik
ini terdapat banyak gurun yang luas, seperti Gurun Sahara. Iklim subtropik yang
berbatasan dengan iklim sedang, pada musim dingin dipengaruhi oleh angin barat
dan sering terjadi badai siklonal. Pada musim panas dipengaruhi oleh tekanan
tinggi subtropik yang kering dan panas. Akibatnya pada musim dingin banyak
hujan, sedangkan pada musim panas kering.
3. Iklim Sedang (40oLU-66
½ oLU dan 40oLS-66 ½ oLS)
Iklim sedang mempunyai ciri yang lebih menonjol yaitu
adanya amplitudo suhu tahunan yang lebih besar, sehingga pada daerah iklim
sedang terdapat permusiman berdasarkan perbedaan suhu. Musim-musim tersebut adalah musim panas, musim
gurur, musim dingin dan musim semi. Daerah iklim sedang terjadi gerakan massa
udara dari kutub dan dari lintang kuda sehingga terjadi konvergensi. Massa
udara dari kutub yang dingin bertumbukan dengan massa udara dari lintang kuda
yang hangat, sehingga daerah ini terjadi hujan yang cukup banyak.
4.
Iklim Kutub (66 ½ oLU-90oLU
dan 66 ½ oLS-90oLS)
Iklim kutub bercirikan
suhu udara yang sangat dingin sepanjang tahun, sebab musim panas yang pendek,
tetapi musim dingin yang panjang. Sekalipun daerah
iklim kutub ini dalam satu tahun menerima radiasi matahari selama 6 bulan
penuh, tetapi tidak cukup menghadirkan peningkatan suhu udara yang ektrim,
sebab jarak matahari jauh dan matahari sangat rendah (sudut datang radiasi
matahari sangat rendah). Suhu rata-rata tahunan mencapai -17oC.
B. Iklim Fisis
Dasar pembagian iklim fisis adalah
kondisi fisik atau alam yang mempengaruhi iklim di daerah tertentu. Kondisi
fisik yang dimaksud ialah topografi, arus laut dan jarak suatu daratan terhadap laut. Iklim fisis meliputi:
1.
Iklim Laut, daerah iklim ini meliputi
daerah yang dikelilingi oleh laut atau berdekatan dengan laut, dengan
cirri-ciri penguapan tinggi, udara selalu lembap, langit selalu tertutup awan,
perbedaan suhu anatara siang dan malam rendah, umumnya memiliki curah hujan
yang tinggi.
2.
Iklim Kontinen, daerah iklim ini
terletak di tengah benua, jauh dari pengaruh angin laut. Ciri khususnya adalah
kelembapan rendah dengan perbedaan suhu antara siang dan malam sangat mencolok.
Kondisi tersebut memungkinkan memiliki padang rumput dan padang pasir.
3.
Iklim Ugahari dan Pegunungan, terdapat
di daerah pegunungan dan dataran tinggi. Suhu lebih rendah, tetapi intensitas
insolasi lebih tinggi, curah hujan lebih tinggi terutama pada lereng hadap
angin.
4.
Iklim Tundra, terdapat disekitar daerah
kutub.
C. Iklim Junghuhn
Junghuhn melakukan
klasifikasi iklim di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat dihubungkan dengan
kehidupan tumbuh-tumbuhan. Junghuhn membagi iklim menjadi empat zone/daerah
iklim, yaitu:
1.
Zone Panas, daerah yang berada pada
ketinggian 0 – 600 m dpl. Suhu udara rata-rata di atas 22oC. Tanaman
budidaya yang cocok antara lain tembakau, kelapa, padi, jagung.
2.
Zone Sedang, ketinggian antara 600 – 1500 m dpl. Suhu udara antara 22oC – 17oC. Tanaman budidaya yang tumbuh antara lain tembakau, padi, kopi, the,
coklat, sayur-sayuran.
3. Zone Sejuk, ketinggian antara 1500 – 2500 m dpl. Suhu udara antara 17oC – 11oC.
Tanaman budidaya yang tumbuh antara lain kina, kopi, the, sayur-sayuran, pinus.
4. Zone Dingin, ketinggian
2500 m dpl. ke atas. Suhu udara di bawah 11oC dan tidak ada tanaman
budidaya yang tumbuh.
D. Iklim Köeppen
Wladimir Köeppen (1846-1940)
membagi iklim dunia menjadi lima kelompok. Dasar klasifikasinya menggunakan
data suhu dan curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan. Vegetasi dipandang
sebagai instrument klimatologis, sehingga batas-batas tipe iklim sesuai dengan
batas-batas vegetasi. Lima kelompok tersebut ditandai dengan huruf kapital,
yaitu A (iklim hujan tropis tanpa musim dingin); B (iklim kering); C (iklim
hujan lintang menengah dengan musim dingin ringan); D (iklim hujan lintang
menengah dengan musim dingin yang berat) dan E (iklim kutub tanpa musim
hangat). Iklim A, C dan D disebut sebagai iklim basah dan mempunyai suhu dan
curah hujan yang sesuai dengan syarat tumbuh pepohonan, sedangkan iklim B dan E
disebut iklim kering tanpa pepohonan. Masing-masing kelompok iklim tersebut
kemudian dibagi menjadi tipe-tipe iklim berdasarkan pada distribusi curah hujan
musiman atau derajat kering atau derajat dinginnya. Huruf-huruf kecil f, s dan w menunjukkan presipitasinya yang tidak berdasar pada musim. Huruf f (tanpa musim kering); s (musim kering pada musim panas dan w (musim kering dalam musim dingin). Huruf
kapital S dan W digunakan untuk menunjukkan iklim kering, S=semiarid atau stepa
dan W= arid atau gurun. Huruf kapital T dan F digunakan untuk menunjukkan iklim
kutub yaitu tundra (T) dan tutupan salju (F).
1. Iklim A (Iklim Hujan
Tropis)
Iklim A mempunyai suhu bulan
terdingin >18oC (64,4oF), dengan suhu bulanan <18oC
tanaman tropis tertentu yang peka tidak dapat hidup. Jadi wilayah iklim ini
merupakan kawasan tanaman megaterm yang memerlukan suhu yang tinggi secara
terus menerus dan hujan melimpah. Kelompok iklim A, yaitu :
Af= iklim
basah tropis. f : curah hujan pada
bulan paling kering ≥6
cm (2,4 inch). Iklim ini terdapat variasi
musiman suhu minimum
dan hujan yang
tetap tinggi sepanjang tahun.
Aw=Iklim
tropis, basah dan kering. w=musim
kering yang jelas dalam periode musim deingin. Irama curah hujan musiman yang
jelas, sekurang-kurangnya satu bulan harus <6 cm (2,4 inch). Suhu sama
dengan Af.
Am
(muson)= musim kering singkat, tetapi dengan curah hujan total yang
demikian besar sehingga tanah tetap cukup basah untuk hutan hujan. Am adalah tipe iklim antara Af dengan Aw; menyerupai Af dalam
jumlah hujan dan Aw dalam distribusi
musiman. Curah hujan pada Aw dan Am bulan terkering <6 cm. Aw atau Am tergantung pada jumlah curah hujan tahunan dan jumlah yang
terjadi pada bulan terkering. Koppen mengemukakan jenis iklim Am sangat penting
bagi Indonesia. Iklim Am menunjukkan iklim tropis di mana jumlah curah hujan
kurang dari 6 cm selama satu bulan atau lebih, tetapi pada bulan-bulan lainnya
jumlah curah hujannya besar. Dengan keadaan seperti ini diduga bahwa tanaman
tidak dipengaruhi oleh kekeringan untuk sementara waktu.
2. Iklim B (Iklim Kering)
Iklim B merupakan kelompok iklim kering
dimana terdapat evaporasi yang melebihi presipitasi (hujan). Tidak terdapat
surplus air yang tertinggal, untuk mempertahankan air tanah. Efektivitas hujan dalam menyediakan air dalam tanah untuk
tanaman tergantung pada laju evaporasi yang juga secara langsung mempengaruhi
suhu. Hujan yang jatuh selama musim panas jelas kurang efektif dibandingkan
dengan jumlah yang sama yang jatuh pada musim dingin. Formula Koppen untuk
mengidentifikasi iklim kering (arid) dengan semi arid, yaitu suhu tahunan
dengan curah hujan tahunan total, dan musim hujan maksimum. Terdapat dua tipe
iklim B yaitu BW (W=Wuste=gurun pasir) sebagai iklim arid atau gurun dan BS
(S=steppe =padang rumput kering) sebagai iklim semiarid atau steppa.
Tabel 4.1. Formula Mengidentifikasi Batas Iklim BS (Steppa)
dan BW (gurun)
|
Batas Antara Iklim Humid dan BS
|
Batas Antara BW dan BS
|
Curah hujan menyebar merata
|
r = 2 t + 14
|
r = (2t +14)/2
|
Curah hujan maksimum pada musim panas setidaknya 10 kali sebanyak
pada bulan musim dingin yang paling basah.
|
r =2 t
|
r = 2t/2
|
Curah hujan maksimum pada musim dingin setidaknya 3 kali sebanyak
hujan pada bulan musim panas yang paling basah.
|
r = 2 t + 28
|
r = (2 t + 28)/2
|
Keterangan : r = curah hujan tahunan (cm) dan t =
suhu tahunan rata-rata oC
(Sumber : Trewartha, 1995)
3. Iklim C (Mesotermal)
Iklim-iklim hujan temperate ringan, suhu rata-rata bulan terdingin
<18oC tetapi > -3oC rata-rata suhu bulan paling panas >10oC.
Iklim C dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : tipe Cf tanpa musim kering; tipe Cw
dengan musim kering; dan tipe Cs
dengan musim kering yang dingin.
Cf
= tidak kelihatan musim kering yang
jelas, perbedaan antara bulan- bulan paling banyak hujan dan paling kering,
kurang dibanding w dan s, dan bulan terkering untuk musim panas
>3 cm.
Cw
= musim dingin yang kering, sekurang-kurangnya 10 kali banyaknya hujan pada
bulan paling basah musim panas. Tipe
iklim ini mempunyai dua lokasi yang khas, (1) lokasi tinggi pada lintang rendah
dimana ketinggian menurunkan suhu. Iklim-iklim Aw yang ada di dataran rendah berdekatan, dan (2) daratan-daratan
muson lintang menengah di kawasan Asia Tenggara,khususnya India bagian utara
dan Cina bagian selatan.
Cs
= musim panas yang kering, setidaknya 3 kali banyaknya hujan di musim
dingin yang terkering, dan bulan musim panas terkering <3 cm.
Di Indonesia tidak terdapat iklim
gurun. Pada tempat-tempat tinggi
terdapat iklim C. Suhu rata-rata tahunan dan temperatur rata-rata untuk
bulan terdingin dan bulan terpanas di Indonesia sebagai fungsi ketinggian
tempat. Ketinggian >1250 m, suhu pada bulan terdingin tetap <18oC,
sehingga di atas ketinggian ini, dinyatakan iklim C. Untuk membedakan iklim C yang
terdapat di Indonesia dengan iklim C pada lintang tengah, maka notasi tambahan
dengan huruf i diperlukan untuk iklim C isotermis.
4. Iklim D (Mikrotermal)
Iklim D merupakan kelompok iklim hutan bersalju dingin, rata-rata
suhu bulan terdingin <-3oC, rata-rata suhu bulan terpanas >10oC.
Iklim D ditandai oleh tanah yang beku serta penutupan salju selama beberapa
bulan. Ada dua tipe
iklim D yaitu :
Df = iklim
dingin dengan musim dingin humid
Dw = iklim dingin dengan
musim dingin yang kering, karakteristik
Asia Timur
Laut.
5. Iklim E
Iklim E
merupakan kelompok iklim-iklim kutub, rata-rata suhu bulan terpanas <10oC.
Pada lintang yang lebih tinggi saat suhu di bawah titik beku dan tanahpun
membeku. Ada dua tipe iklim E yaitu ET (tundra) dimana terdapat musim tumbuh
yang singkat dan penutupan vegetasi yang jarang, suhu bulan terpanas antara 0 –
10oC dan EF (salju abadi) dengan bekuan salju abadi dan tidak ada
vegetasi, suhu <0oC.
E. Iklim Thornthwaite
C.W. Thornthwaite (1933)
membuat klasifikasi iklim berdasarkan pada curah hujan yang sangat penting
untuk tanaman, sehingga selain jumlah curah hujan juga pada intensitas
penguapan. Jika penguapan besar curah hujan yang dipakai oleh tanaman akan
lebih kecil daripada penguapannya kecil, pada jumlah curah hujan yang sama.
Thornthwaite menghitung ratio keefektifan curah hujan (precipitation effectiveness) atau ratio P-E, sebagai jumlah curah
hujan (P = presipitasi) bulanan dibagi dengan jumlah penguapan E=evaporasi)
bulanan, yaitu ratio P-E = P/E. Jumlah 12 bulan ratio P-E disebut indeks P/E.
Rumus Ratio P-E = 115 [ P/T-10]10/9
|
Indeks P-E = 115 [Pi/Ti -10]10/9
i=1
P = Presipitasi bulanan dalam inchi
T
= Suhu bulanan rata-rata dalam oF
i = 1, 2, 3, …… 12
Tabel 4.2. Golongan Kelembapan Menurut Thornthwaite
Golongan
Kelembapan
|
Keefektifan
Tanaman
|
Indeks
P-E
|
|
Hutan
Hujan
Hutan
Padang
Rumput
Sttepa
Gurun
|
³128
64
– 127
32
– 63
16
– 31
<
16
|
Selain itu
Thornthwaite mengemukakan adanya efisiensi panas dengan menggunakan
Rumus Ratio T-E =
[T-32]/4 dan
|
Indeks T-E = {[Ti-32]/4}
i=1
Tabel 4.3. Golongan Suhu Menurut
Thornthwaite
Golongan Suhu
|
Indeks T-E
|
A’ = tropis
B’ = mesothermal
C’ = microthermal
D’ = taiga
E’ = tundra
F’ = salju abadi
|
³ 128
64 – 127
32 – 63
16 – 31
1 – 15
0
|
Masing-masing
golongan kelembapan dan golongan suhu di konfirmasikan dengan penyebaran curah
hujan musiman. Penyebaran curah hujan musiman dibedakan :
r = curah hujan
banyak pada setiap musim
s = defisit curah hujan pada musim
panas
w
= defisit curah hujan pada musim dingin
d
= defisit curah hujan pada setiap musim
Contoh klasifikasi iklim menurut Thornthwaite
seperti AA’r (tropis basah hujan banyak pada setiap musim), AB’r (mesothermal
basah hujan banyak pada setiap musim, BA’w (tropis lembap defisit curah hujan
pada musim dingin), BB’s (mesothermal lembap defisit curah hujan pada musim
panas), CA’w (tropis sub humid defisit curah hujan pada musim dingin), DA’d
(tropis semi arid defisit curah hujan pada setiap musim).
Untuk daerah tropis seperti Indonesia, suhu sepanjang tahun hampir
konstan sehingga variasi dari indeks P-E dari tempat yang satu ke tempat yang
lain praktis hanya bergantung pada P (presipitasi) saja. Dari sudut pertanian
hal ini tidak akan melukiskan iklim yang dikehendaki. Karena itu klasifikasi
iklim menurut Thornthwaite tidak cocok untuk daerah tropis.
F. Iklim Mohr
Berdasarkan penelitian tanah, Mohr membagi tiga derajat kelembapan dari bulan-bulan sepanjang tahun yaitu :
- Jika curah hujan dalam 1 bulan lebih dari 100 mm, maka bulan ini dinamakan bulan basah ; jumlah curah hujan ini melampaui penguapan.
- Jika curah hujan dalam 1 bulan kurang dari 60 mm, maka bulan ini dinamakan bulan kering ; penguapan banyak berasal dari dalam tanah daripada jumlah curah hujan. Dalam hal ini penguapan lebih banyak daripada curah hujan.
- Jika curah hujan dalam 1 bulan antara 60 mm dan 100 mm maka bulan ini dinamakan bulan lembap ; curah hujan dan penguapan kurang lebih seimbang.
Berdasarkan kriteria tersebut maka dicari bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah setiap tahun, sehingga di dikemukakan 5 golongan iklim, yaitu :Golongan I : daerah basah, yaitu daerah yang hampir tidakterdapat bulan kering.Golongan II : daerah agak basah, yaitu daerah dengan bulan kering 1 -2 bulan.Golongan III : daerah agak kering, yaitu daerah dengan bulan kering 3 – 4 bulan.Golongan IV : daerah kering, yaitu terdapat 5 – 6 bulan kering.Golongan V : daerah sangat kering, dengan bulan kering >6 bulan.
G. Iklim Schmidt dan Ferguson
Schmidt dan Ferguson (1951) menerima metode Mohr dalam menentukan bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah, tetapi cara perhitungannya berbeda. Schmidt dan Ferguson menghitung jumlah bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah dari tiap-tiap tahun kemudian baru diambil rata-ratanya.Untuk menentukan jenis-jenis iklimnya, Schmidt dan Ferguson menggunakan harga quotient Q yang didefinisikan sebagai :
Q =
|
Jumlah rata-rata dari bulan-bulan kering
|
X 100%
|
Jumlah rata-rata dari bulan-bulan basah
|
Tiap tahun pengamatan dihitung jumlah bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah, kemudian baru dirata-ratakan selama periode pengamatan (misalnya 30 tahun). Dari sini kita peroleh jumlah rata-rata bulan kering dan jumlah rata-rata bulan basah (rata-rata dalam 30 tahun). Misalkan jumlah rata-rata bulan kering = 4 dan jumlah rata-rata bulan basah = 8 maka diperoleh harga Q = 0,50 yang berarti tipe iklim C (agak basah).
Dari harga Q yang ditentukan pada persamaan di atas kemudian Schmidt dan Ferguson menentukan jenis iklimnya yang ditandai dari iklim A sampai iklim H, sebagai berikut :
A :
0 ≤ Q
< 1,143 =
sangat basah
B
: 0,143 ≤ Q
< 0,333 = basah
C
: 0,333 ≤ Q
< 0,600 = agak basah
D
: 0,600 ≤ Q
< 1,000 = sedang
E
: 1,000 ≤ Q
< 1,670 = agak kering
F
: 1,670 ≤ Q
< 3,000 = kering
G
: 3,000 ≤ Q
< 7,000 = sangat kering
H
: 7,000 ≤ Q = luar biasa kering
Garis-garis batas antara jenis-jenis
iklim tersebut terletak pada harga :
Q =
|
1,5 a
|
12 – 1,5 a
|
dimana : a = 0, 1, 2,…8
F. Iklim Oldeman
Klasifikasi iklim menurut Oldeman didasarkan pada keberurutan bulan basah dan bulan kering tanpa memperhitungkan suhu (suhu diabaikan). Berbeda dengan Mohr dan Schmidt-Ferguson, Oldeman menetapkan bahwa bulan basah adalah bulan dengan curah hujan rata-rata 200 mm atau lebih, sedangkan bulan kering adalah bulan dengan curah hujan rata-rata kurang dari 100 mm. Oldeman membuat klasifikasi iklim dengan tujuan membantu usaha pertanian terutama tanaman padi, berdasarkan urutan bulan basah dan bulan kering.
Tipe-tipe
iklim menurut Oldeman adalah:
A : lebih dari 9 bulan basah berurutan
B1 : 7-9 bulan basah berurutan, dan satu
bulan kering
B2 : 7-9 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan
kering
C1 : 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan
kering
C2 : 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan
kering
C3 : 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan
kering
D1 : 3-4 bulan basah berurutan dan satu
bulan kering
D2 : 3-4 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan
kering
D3 : 3-4 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan
kering
D4 : 3-4 bulan basah berurutan dan >6
bulan kering
E1 :
<3 bulan basah berurutan dan <2 bulan kering
E2 : <3 bulan basah berurutan dan 2-4
bulan kering
E3 : <3 bulan basah berurutan dan 5-6
bulan kering
E4 : <3 bulan basah berurutan dan >6
bulan kering
Tidak ada komentar:
Posting Komentar