<<<<< >>>>><<<<< >>>>> Ayo Kita Belajar Geografi Untuk Mengetahui Dunia Di Sekitar Kita <<<<< >>>>><<<<< >>>>>

BERTIA

Sabtu, 05 Desember 2015

KLASIFIKASI IKLIM



 A.      Ikllim Matahari
Iklim matahari merupakan metode klasifikasi iklim berdasarkan banyaknya radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di beberapa tempat. Oleh karena posisi bumi terhadap matahari mempunyai kemiringan 23½o maka selama berevolusi terjadi perubahan posisi matahari terhadap bumi. Perubahan posisi itu merupakan gerakan semu matahari antara 23½ oLU – 23 ½ oLS. Jadi titik lintang tertinggi yang dilalui gerak semu matahari itu adalah 23½ oLU/LS, sehingga untuk lintang >23 ½ oLU/LS tidak pernah dilalui lintasan gerak semu matahari. Akibatnya tempat-tempat yang berada di daerah lintasan gerak semu matahari yaitu antara 23 ½ oLU – 23 ½ oLS mendapatkan radiasi matahari dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lintang tempat >23 ½ oLU/LS.
Pembagian iklim matahari adalah sebagai berikut::
1.      Iklim Tropik (23 ½ oLU- 23 ½ oLS)
Iklim tropik mempunyai ciri adanya suhu yang selalu tinggi sepanjang tahun. Amplitudo suhu tahunan kecil, sehingga permusiman berdasarkan perbedaan suhu tidak ada, tetapi yang ada permusiman berdasarkan perbedaan curah hujan. Pada daerah tropik terdapat jalur tekanan rendah equator yang disebut juga sebagai daerah doldrum. Pada daerah ini terdapat pertemuan angin yang berasal dari daerah lintang kuda di utara (angin pasat timur laut) dan selatan equator (angin passat tenggara). Daerah pertemuan tersebut sebagai daerah konvergensi intertropik (ITC = Intertropic Convergen Zone). Curah hujan sangat tinggi dengan tipe hujan konvergen dan konvektif.

2.      Iklim Subtropik (23 ½ oLU-40oLU dan 23 ½ oLS-40oLS)
Iklim subtropik mempunyai ciri amplitudo suhu tahunan yang lebih besar daripada iklim tropik. Tetapi suhu tertinggi bulanan tidak diimbangi dengan curah hujan yang tinggi seperti pada iklim tropik. Curah hujan sedikit sekali, sebab di daerah ini terjadi gerakan angin divergen pada udara permukaannya, tetapi di udara atas terjadi konvergensi antara angin yang berasal dari kutub dengan angin yang berasal dari equator, akibatnya terjadi gerak udara menukik turun yang menyebabkan tekanan udara menjadi lebih tinggi. Kondisi ini menyulitkan terjadinya hujan. Oleh sebab itu pada daerah iklim subtropik ini terdapat banyak gurun yang luas, seperti Gurun Sahara. Iklim subtropik yang berbatasan dengan iklim sedang, pada musim dingin dipengaruhi oleh angin barat dan sering terjadi badai siklonal. Pada musim panas dipengaruhi oleh tekanan tinggi subtropik yang kering dan panas. Akibatnya pada musim dingin banyak hujan, sedangkan pada musim panas kering.

3.      Iklim Sedang (40oLU-66 ½ oLU dan 40oLS-66 ½ oLS)
Iklim sedang mempunyai ciri yang lebih menonjol yaitu adanya amplitudo suhu tahunan yang lebih besar, sehingga pada daerah iklim sedang terdapat permusiman berdasarkan perbedaan suhu. Musim-musim tersebut adalah musim panas, musim gurur, musim dingin dan musim semi. Daerah iklim sedang terjadi gerakan massa udara dari kutub dan dari lintang kuda sehingga terjadi konvergensi. Massa udara dari kutub yang dingin bertumbukan dengan massa udara dari lintang kuda yang hangat, sehingga daerah ini terjadi hujan yang cukup banyak.

4.      Iklim Kutub (66 ½ oLU-90oLU dan 66 ½ oLS-90oLS)
Iklim kutub bercirikan suhu udara yang sangat dingin sepanjang tahun, sebab musim panas yang pendek, tetapi musim dingin yang panjang. Sekalipun daerah iklim kutub ini dalam satu tahun menerima radiasi matahari selama 6 bulan penuh, tetapi tidak cukup menghadirkan peningkatan suhu udara yang ektrim, sebab jarak matahari jauh dan matahari sangat rendah (sudut datang radiasi matahari sangat rendah). Suhu rata-rata tahunan mencapai -17oC.

B. Iklim Fisis
Dasar pembagian iklim fisis adalah kondisi fisik atau alam yang mempengaruhi iklim di daerah tertentu. Kondisi fisik yang dimaksud ialah topografi, arus laut dan jarak suatu  daratan terhadap laut. Iklim fisis meliputi:
1.      Iklim Laut, daerah iklim ini meliputi daerah yang dikelilingi oleh laut atau berdekatan dengan laut, dengan cirri-ciri penguapan tinggi, udara selalu lembap, langit selalu tertutup awan, perbedaan suhu anatara siang dan malam rendah, umumnya memiliki curah hujan yang tinggi.
2.      Iklim Kontinen, daerah iklim ini terletak di tengah benua, jauh dari pengaruh angin laut. Ciri khususnya adalah kelembapan rendah dengan perbedaan suhu antara siang dan malam sangat mencolok. Kondisi tersebut memungkinkan memiliki padang rumput dan padang pasir.
3.      Iklim Ugahari dan Pegunungan, terdapat di daerah pegunungan dan dataran tinggi. Suhu lebih rendah, tetapi intensitas insolasi lebih tinggi, curah hujan lebih tinggi terutama pada lereng hadap angin.
4.      Iklim Tundra, terdapat disekitar daerah kutub.

C. Iklim Junghuhn
            Junghuhn melakukan klasifikasi iklim di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat dihubungkan dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan. Junghuhn membagi iklim menjadi empat zone/daerah iklim, yaitu:
1.      Zone Panas, daerah yang berada pada ketinggian 0 – 600 m dpl. Suhu udara rata-rata di atas 22oC. Tanaman budidaya yang cocok antara lain tembakau, kelapa, padi, jagung.
2.      Zone Sedang, ketinggian antara 600 – 1500 m dpl. Suhu udara  antara 22oC – 17oC. Tanaman budidaya yang tumbuh antara lain tembakau, padi, kopi, the, coklat, sayur-sayuran.
3.      Zone Sejuk, ketinggian antara 1500 – 2500 m dpl. Suhu udara antara 17oC – 11oC. Tanaman budidaya yang tumbuh antara lain kina, kopi, the, sayur-sayuran, pinus.
4.      Zone Dingin, ketinggian 2500 m dpl. ke atas. Suhu udara di bawah 11oC dan tidak ada tanaman budidaya yang tumbuh.

D. Iklim Köeppen
            Wladimir Köeppen (1846-1940) membagi iklim dunia menjadi lima kelompok. Dasar klasifikasinya menggunakan data suhu dan curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan. Vegetasi dipandang sebagai instrument klimatologis, sehingga batas-batas tipe iklim sesuai dengan batas-batas vegetasi. Lima kelompok tersebut ditandai dengan huruf kapital, yaitu A (iklim hujan tropis tanpa musim dingin); B (iklim kering); C (iklim hujan lintang menengah dengan musim dingin ringan); D (iklim hujan lintang menengah dengan musim dingin yang berat) dan E (iklim kutub tanpa musim hangat). Iklim A, C dan D disebut sebagai iklim basah dan mempunyai suhu dan curah hujan yang sesuai dengan syarat tumbuh pepohonan, sedangkan iklim B dan E disebut iklim kering tanpa pepohonan. Masing-masing kelompok iklim tersebut kemudian dibagi menjadi tipe-tipe iklim berdasarkan pada distribusi curah hujan musiman atau derajat kering atau derajat dinginnya. Huruf-huruf kecil f, s dan w menunjukkan presipitasinya yang tidak berdasar pada musim. Huruf f (tanpa musim kering); s (musim kering pada musim panas dan w (musim kering dalam musim dingin). Huruf kapital S dan W digunakan untuk menunjukkan iklim kering, S=semiarid atau stepa dan W= arid atau gurun. Huruf kapital T dan F digunakan untuk menunjukkan iklim kutub yaitu tundra (T) dan tutupan salju (F).

1. Iklim A (Iklim Hujan Tropis)
Iklim A mempunyai suhu bulan terdingin >18oC (64,4oF), dengan suhu bulanan <18oC tanaman tropis tertentu yang peka tidak dapat hidup. Jadi wilayah iklim ini merupakan kawasan tanaman megaterm yang memerlukan suhu yang tinggi secara terus menerus dan hujan melimpah. Kelompok iklim A, yaitu :
Af= iklim basah tropis. f : curah hujan pada bulan paling kering ≥6
      cm (2,4 inch). Iklim ini terdapat variasi musiman suhu minimum
      dan hujan yang tetap tinggi sepanjang tahun.
Aw=Iklim tropis, basah dan kering. w=musim kering yang jelas dalam periode musim deingin. Irama curah hujan musiman yang jelas, sekurang-kurangnya satu bulan harus <6 cm (2,4 inch). Suhu sama dengan Af.
Am (muson)= musim kering singkat, tetapi dengan curah hujan total yang demikian besar sehingga tanah tetap cukup basah untuk hutan hujan. Am adalah tipe iklim antara Af dengan Aw; menyerupai Af dalam jumlah hujan dan Aw dalam distribusi musiman. Curah hujan pada Aw dan Am  bulan terkering <6 cm. Aw atau Am tergantung pada jumlah curah hujan tahunan dan jumlah yang terjadi pada bulan terkering. Koppen mengemukakan jenis iklim Am sangat penting bagi Indonesia. Iklim Am menunjukkan iklim tropis di mana jumlah curah hujan kurang dari 6 cm selama satu bulan atau lebih, tetapi pada bulan-bulan lainnya jumlah curah hujannya besar. Dengan keadaan seperti ini diduga bahwa tanaman tidak dipengaruhi oleh kekeringan untuk sementara waktu.

2. Iklim B (Iklim Kering)
Iklim B merupakan kelompok iklim kering dimana terdapat evaporasi yang melebihi presipitasi (hujan). Tidak terdapat surplus air yang tertinggal, untuk mempertahankan air tanah. Efektivitas hujan  dalam menyediakan air dalam tanah untuk tanaman tergantung pada laju evaporasi yang juga secara langsung mempengaruhi suhu. Hujan yang jatuh selama musim panas jelas kurang efektif dibandingkan dengan jumlah yang sama yang jatuh pada musim dingin. Formula Koppen untuk mengidentifikasi iklim kering (arid) dengan semi arid, yaitu suhu tahunan dengan curah hujan tahunan total, dan musim hujan maksimum. Terdapat dua tipe iklim B yaitu BW (W=Wuste=gurun pasir) sebagai iklim arid atau gurun dan BS (S=steppe =padang rumput kering) sebagai iklim semiarid atau steppa.



Tabel 4.1. Formula Mengidentifikasi Batas Iklim BS (Steppa)
dan BW (gurun)


Batas Antara Iklim Humid dan BS
Batas Antara BW dan BS

Curah hujan menyebar merata

r = 2 t + 14

r = (2t +14)/2
Curah hujan maksimum pada musim panas setidaknya 10 kali sebanyak pada bulan musim dingin yang paling basah.

r =2 t

r = 2t/2
Curah hujan maksimum pada musim dingin setidaknya 3 kali sebanyak hujan pada bulan musim panas yang paling basah.


r = 2 t + 28


r = (2 t + 28)/2
Keterangan : r = curah hujan tahunan (cm) dan t = suhu tahunan rata-rata oC
(Sumber : Trewartha, 1995)


3. Iklim C (Mesotermal)
            Iklim-iklim hujan temperate ringan, suhu rata-rata bulan terdingin <18oC  tetapi > -3oC  rata-rata suhu bulan paling panas >10oC. Iklim C dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : tipe Cf tanpa musim kering; tipe Cw dengan musim kering; dan tipe Cs dengan musim kering yang dingin.
Cf =  tidak kelihatan musim kering yang jelas, perbedaan antara bulan- bulan paling banyak hujan dan paling kering, kurang dibanding w dan s, dan bulan terkering untuk musim panas >3 cm.
Cw = musim dingin yang kering, sekurang-kurangnya 10 kali banyaknya hujan pada bulan paling basah musim panas.  Tipe iklim ini mempunyai dua lokasi yang khas, (1) lokasi tinggi pada lintang rendah dimana ketinggian menurunkan suhu. Iklim-iklim Aw yang ada di dataran rendah berdekatan, dan (2) daratan-daratan muson lintang menengah di kawasan Asia Tenggara,khususnya India bagian utara dan Cina bagian selatan.
Cs = musim panas yang kering, setidaknya 3 kali banyaknya hujan di musim dingin yang terkering, dan bulan musim panas terkering <3 cm.

Di Indonesia tidak terdapat iklim gurun. Pada tempat-tempat tinggi  terdapat iklim C. Suhu rata-rata tahunan dan temperatur rata-rata untuk bulan terdingin dan bulan terpanas di Indonesia sebagai fungsi ketinggian tempat. Ketinggian >1250 m, suhu pada bulan terdingin tetap <18oC, sehingga di atas ketinggian ini, dinyatakan iklim C. Untuk membedakan iklim C yang terdapat di Indonesia dengan iklim C pada lintang tengah, maka notasi tambahan dengan huruf i diperlukan untuk iklim C isotermis.
           
4. Iklim D (Mikrotermal)
            Iklim D merupakan kelompok iklim hutan bersalju dingin, rata-rata suhu bulan terdingin <-3oC, rata-rata suhu bulan terpanas >10oC. Iklim D ditandai oleh tanah yang beku serta penutupan salju selama beberapa bulan. Ada dua tipe iklim D yaitu :
            Df  = iklim dingin dengan musim dingin humid
            Dw = iklim dingin dengan musim dingin yang kering, karakteristik  
                   Asia Timur Laut.

5. Iklim E
       Iklim E merupakan kelompok iklim-iklim kutub, rata-rata suhu bulan terpanas <10oC. Pada lintang yang lebih tinggi saat suhu di bawah titik beku dan tanahpun membeku. Ada dua tipe iklim E yaitu ET (tundra) dimana terdapat musim tumbuh yang singkat dan penutupan vegetasi yang jarang, suhu bulan terpanas antara 0 – 10oC dan EF (salju abadi) dengan bekuan salju abadi dan tidak ada vegetasi, suhu <0oC.

E. Iklim Thornthwaite
            C.W. Thornthwaite (1933) membuat klasifikasi iklim berdasarkan pada curah hujan yang sangat penting untuk tanaman, sehingga selain jumlah curah hujan juga pada intensitas penguapan. Jika penguapan besar curah hujan yang dipakai oleh tanaman akan lebih kecil daripada penguapannya kecil, pada jumlah curah hujan yang sama. Thornthwaite menghitung ratio keefektifan curah hujan (precipitation effectiveness) atau ratio P-E, sebagai jumlah curah hujan (P = presipitasi) bulanan dibagi dengan jumlah penguapan E=evaporasi) bulanan, yaitu ratio P-E = P/E. Jumlah 12 bulan ratio P-E disebut indeks P/E.

            Rumus Ratio P-E = 115 [  P/T-10]10/9
 
                                                  12
                         Indeks P-E =     115 [Pi/Ti -10]10/9
                                                                   i=1
           
P = Presipitasi bulanan dalam inchi
            T = Suhu bulanan rata-rata dalam oF  
            i  = 1, 2, 3, …… 12

Tabel  4.2. Golongan Kelembapan Menurut Thornthwaite
Golongan Kelembapan
Keefektifan Tanaman
Indeks P-E
  1. Basah
  2. Lembap
  3. Sub Humid
  4. Semi Arid
  5. Arid
Hutan Hujan
Hutan
Padang Rumput
Sttepa
Gurun
³128
64 – 127
32 – 63
16 – 31
< 16

            Selain itu Thornthwaite mengemukakan adanya efisiensi panas dengan menggunakan

Rumus Ratio T-E = [T-32]/4  dan

                                        12
Indeks T-E =        {[Ti-32]/4}
                                              i=1


 Tabel 4.3. Golongan Suhu Menurut Thornthwaite
Golongan Suhu
Indeks T-E
A’ = tropis
B’ = mesothermal
C’ = microthermal
D’ = taiga
E’ = tundra
F’ = salju abadi
³ 128
64 – 127
32 – 63
16 – 31
1 – 15
0

            Masing-masing golongan kelembapan dan golongan suhu di konfirmasikan dengan penyebaran curah hujan musiman. Penyebaran curah hujan musiman dibedakan :
            r = curah hujan banyak pada setiap musim
            s = defisit curah hujan pada musim panas
            w = defisit curah hujan pada musim dingin
            d = defisit curah hujan pada setiap musim
 Contoh klasifikasi iklim menurut Thornthwaite seperti AA’r (tropis basah hujan banyak pada setiap musim), AB’r (mesothermal basah hujan banyak pada setiap musim, BA’w (tropis lembap defisit curah hujan pada musim dingin), BB’s (mesothermal lembap defisit curah hujan pada musim panas), CA’w (tropis sub humid defisit curah hujan pada musim dingin), DA’d (tropis semi arid defisit curah hujan pada setiap musim).
            Untuk daerah tropis seperti Indonesia, suhu sepanjang tahun hampir konstan sehingga variasi dari indeks P-E dari tempat yang satu ke tempat yang lain praktis hanya bergantung pada P (presipitasi) saja. Dari sudut pertanian hal ini tidak akan melukiskan iklim yang dikehendaki. Karena itu klasifikasi iklim menurut Thornthwaite tidak cocok untuk daerah tropis.

F. Iklim Mohr

Berdasarkan penelitian tanah, Mohr membagi tiga derajat kelembapan dari bulan-bulan sepanjang tahun yaitu :
  1. Jika curah hujan dalam 1 bulan lebih dari 100 mm, maka bulan ini dinamakan bulan basah ; jumlah curah hujan ini melampaui penguapan.
  2. Jika curah hujan dalam 1 bulan kurang dari 60 mm, maka bulan ini dinamakan bulan kering ; penguapan banyak berasal dari dalam tanah daripada jumlah curah hujan. Dalam hal ini penguapan lebih banyak daripada curah hujan.
  3. Jika curah hujan dalam 1 bulan antara 60 mm dan 100 mm maka bulan ini dinamakan bulan lembap ; curah hujan dan penguapan kurang lebih seimbang.
            Berdasarkan kriteria tersebut maka dicari bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah setiap tahun, sehingga di dikemukakan 5 golongan iklim, yaitu :
Golongan I   : daerah basah, yaitu daerah yang hampir tidak  
                       terdapat   bulan kering.
Golongan II : daerah agak basah, yaitu daerah dengan bulan kering 1 -2 bulan.
Golongan III : daerah agak kering, yaitu daerah dengan bulan kering 3 – 4 bulan.
Golongan IV : daerah kering, yaitu terdapat 5 – 6 bulan kering.
Golongan V  : daerah sangat kering, dengan bulan kering >6 bulan.


G. Iklim Schmidt dan Ferguson

            Schmidt dan Ferguson (1951) menerima metode Mohr dalam menentukan bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah, tetapi cara perhitungannya berbeda. Schmidt dan Ferguson menghitung jumlah bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah dari tiap-tiap tahun kemudian baru diambil rata-ratanya.
            Untuk menentukan jenis-jenis iklimnya, Schmidt dan Ferguson menggunakan harga quotient Q yang didefinisikan sebagai :


Q =
Jumlah rata-rata dari bulan-bulan kering
X 100%
Jumlah rata-rata dari bulan-bulan basah


Tiap tahun pengamatan dihitung jumlah bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah, kemudian baru dirata-ratakan selama periode pengamatan (misalnya 30 tahun). Dari sini kita peroleh jumlah rata-rata bulan kering dan jumlah rata-rata bulan basah (rata-rata dalam 30 tahun). Misalkan jumlah rata-rata bulan kering = 4 dan jumlah rata-rata bulan basah = 8 maka diperoleh harga Q = 0,50 yang berarti tipe iklim C (agak basah).
             Dari harga Q yang ditentukan pada persamaan di atas kemudian Schmidt dan Ferguson menentukan jenis iklimnya yang ditandai dari iklim A sampai iklim H, sebagai berikut :

A : 0           Q  <  1,143         = sangat basah
            B : 0,143    Q  <  0,333         = basah
            C : 0,333    Q  <  0,600         = agak basah
            D : 0,600    Q  <  1,000         = sedang
            E : 1,000    Q  <  1,670         = agak kering
            F : 1,670    Q  <  3,000         = kering
            G : 3,000    Q  <  7,000         = sangat kering
            H : 7,000    Q                        = luar biasa kering
Garis-garis batas antara jenis-jenis iklim tersebut terletak pada harga :
Q =
         1,5 a
     12 – 1,5 a

dimana : a = 0, 1, 2,…8

F. Iklim Oldeman

            Klasifikasi iklim menurut Oldeman didasarkan pada keberurutan bulan basah dan bulan kering tanpa memperhitungkan suhu (suhu diabaikan). Berbeda dengan Mohr dan Schmidt-Ferguson, Oldeman menetapkan bahwa bulan basah adalah bulan dengan curah hujan rata-rata 200 mm atau lebih, sedangkan bulan kering adalah bulan dengan curah hujan rata-rata kurang dari 100 mm. Oldeman membuat klasifikasi iklim dengan tujuan membantu usaha pertanian terutama tanaman padi, berdasarkan urutan bulan basah dan bulan kering.

            Tipe-tipe iklim menurut Oldeman adalah:
            A         : lebih dari 9 bulan basah berurutan
            B1       : 7-9 bulan basah berurutan, dan satu bulan kering
            B2       : 7-9 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
            C1       : 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
            C2       : 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
            C3       : 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
            D1       : 3-4 bulan basah berurutan dan satu bulan kering
            D2       : 3-4 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
            D3       : 3-4 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
            D4       : 3-4 bulan basah berurutan dan >6 bulan kering
            E1        : <3 bulan basah berurutan dan <2 bulan kering
            E2        : <3 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
            E3        : <3 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
            E4        : <3 bulan basah berurutan dan >6 bulan kering

Tidak ada komentar:

Posting Komentar