A. Pengertian Tanah dan Lahan
Anda mungkin bertanya apa
hubungan Pedosfer dengan tanah dan lahan? Pedosfer atau tanah adalah lapisan
kulit bumi yang tipis terletak di bagian paling atas permukaan bumi. Lalu apa
bedanya tanah dengan lahan? Selama ini orang awam beranggapan tanah sama
pengertiannya dengan lahan. Padahal menurut konsep Geografi tanah dengan lahan
memiliki perbedaan yang mendasar. Tanah dalam Bahasa Inggris disebut soil,
menurut Dokuchaev: tanah adalah suatu benda fisis yang berdimensi tiga terdiri
dari panjang, lebar, dan dalam yang merupakan bagian paling atas dari kulit
bumi.
Sedangkan lahan
Bahasa Inggrisnya disebut land, lahan merupakan lingkungan fisis dan biotik yang berkaitan
dengan daya dukungnya terhadap perikehidupan dan kesejahteraan hidup manusia.
Yang dimaksud dengan lingkungan fisis meliputi relief atau topografi, tanah,
air, iklim. Sedangkan lingkungan biotik meliputi tumbuhan, hewan, dan manusia.
Jadi kesimpulannya pengertian lahan lebih luas daripada tanah. Bagaimana,
apakah Anda telah mengetahui perbedaan tanah dengan lahan! Coba tuliskan
kesimpulanmu pada kertas tersendiri! Sekarang marilah kita pelajari
faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah.
B. JENIS-JENIS
TANAH
Jenis tanah yang terdapat di
Indonesia bermacam-macam, antara lain:1. Organosol atau Tanah Gambut atau Tanah Organik
Jenis tanah ini berasal dari
bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan
sifat: tidak terjadi deferensiasi horizon secara jelas, ketebalan lebih dari
0.5 meter, warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak
berstruktur, konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari
30% untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir,
umumnya bersifat sangat asam (pH 4.0), kandungan unsur hara rendah.
Berdasarkan penyebaran topografinya, tanah gambut dibedakan menjadi tiga
yaitu:
- gambut ombrogen: : terletak di dataran pantai berawa, mempunyai ketebalan 0.5 – 16 meter, terbentuk dari sisa tumbuhan hutan dan rumput rawa, hampir selalu tergenang air, bersifat sangat asam. Contoh penyebarannya di daerah dataran pantai Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya (Papua);
b. gambut topogen: terbentuk
di daerah cekungan (depresi) antara rawa-rawa di daerah dataran rendah dengan
di pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan rawa, ketebalan 0.5 – 6 meter,
bersifat agak asam, kandungan unsur hara relatif lebih tinggi. Contoh
penyebarannya di Rawa Pening (Jawa Tengah), Rawa Lakbok (Ciamis, Jawa Barat),
dan Segara Anakan (Cilacap, Jawa Tengah); dan
c. gambut pegunungan:
terbentuk di daerah topografi pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan yang
hidupnya di daerah sedang (vegetasi spagnum). Contoh penyebarannya di Dataran
Tinggi Dieng.
Berdasarkan susunan kimianya tanah gambut
dibedakan menjadi:
a. gambut eutrop, bersifat
agak asam, kandungan O2 serta unsur haranya lebih tinggi;
b. gambut oligotrop,
sangat asam, miskin O2 , miskin unsur hara, biasanya selalu tergenang air; dan
c. mesotrop,
peralihan antara eutrop dan oligotrop.
2. Aluvial
Jenis tanah ini masih muda,
belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur
beraneka ragam, belum terbentuk struktur , konsistensi dalam keadaan basah
lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di
daerah dataran aluvial
sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi).
3. Regosol
Jenis tanah ini masih muda,
belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal,
konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari
bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di
daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir
pantai.
4. Litosol
Tanah mineral tanpa atau
sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen
keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan
singkapan batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya
berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan
kesuburannya bervariasi.Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya
di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam.
5. Latosol
Jenis tanah ini
telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur
lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh,
warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah
hujan lebih dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material
vulkanik, breksi batuan beku intrusi.
6. Grumosol
Tanah mineral
yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur
kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah,
konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan
tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas
absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari
batu kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa. Penyebarannya
di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun.
7. Podsolik
Merah Kuning
Tanah mineral telah
berkembang, solum (kedalaman) dalam, tekstur lempung hingga berpasir, struktur
gumpal, konsistensi lekat, bersifat agak asam (pH kurang dari 5.5), kesuburan
rendah hingga sedang, warna merah hingga kuning, kejenuhan basa rendah, peka
erosi. Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tuf vulkanik, bersifat asam.
Tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan lebih dari
2500 mm/tahun.
8. Podsol
Jenis tanah ini telah
mengalami perkembangan profil, susunan horizon terdiri dari horizon albic (A2)
dan spodic (B2H) yang jelas, tekstur lempung hingga pasir, struktur gumpal,
konsistensi lekat, kandungan pasir kuarsanya tinggi, sangat masam, kesuburan
rendah, kapasitas pertukaran kation sangat rendah, peka terhadap erosi, batuan
induk batuan pasir dengan kandungan kuarsanya tinggi, batuan lempung dan tuf
vulkan masam. Penyebaran di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 2000
mm/tahun tanpa bulan kering, topografi pegunungan. Daerahnya Kalimantan Tengah,
Sumatra Utara dan Irian Jaya (Papua).
9. Andosol
Jenis tanah
mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak
coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh
berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary),
kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang,
kelembaban tinggi, permeabilitas
sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau
tuf vulkanik.
10. Mediteran
Merah – Kuning
Tanah mempunyai
perkembangan profil, solum sedang
hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur
geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat
bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi
sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras
(limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub
humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah
pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng
vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di
daerah topografi Karst disebut terra rossa.
11. Hodmorf
Kelabu (gleisol)
Jenis tanah ini
perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi merupakan
dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang,
warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur
berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0),
kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang
berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil
tanah selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub humid,
curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.
12. Tanah
sawah (paddy soil)
Tanah sawah ini diartikan
tanah yang karena sudah lama (ratusan tahun) dipersawahkan memperlihatkan
perkembangan profil khas, yang menyimpang dari tanah aslinya. Penyimpangan
antara lain berupa terbentuknya lapisan bajak yang hampir kedap air disebut
padas olah, sedalam 10 – 15 cm dari muka tanah dan setebal 2 – 5 cm. Di bawah
lapisan bajak tersebut umumnya terdapat lapisan mangan dan besi, tebalnya bervariasi
antara lain tergantung dari permeabilitas tanah. Lapisan tersebut dapat
merupakan lapisan padas yang tak tembus perakaran, terutama bagi tanaman
semusim. Lapisan bajak tersebut nampak jelas pada tanah latosol, mediteran dan
regosol, samara-samar pada tanah aluvial dan grumosol.
Gambar 4. Pematang Sawah
C.
Faktor-Faktor Pembentuk Tanah
Ada beberapa faktor penting
yang mempengaruhi proses pembentukan tanah, antara lain iklim, organisme, bahan
induk, topografi, dan waktu. Faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan dengan
rumus sebagai berikut:
T=f (i, o, b, t, w)
Keterangan :
|
||||||
T
|
=
|
tanah
|
b
|
=
|
bahan induk
|
|
f
|
=
|
faktor
|
t
|
=
|
topografi
|
|
i
|
=
|
iklim
|
w
|
=
|
waktu
|
|
o
|
=
|
organisme
|
Faktor-faktor
pembentuk tanah tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
Unsur-unsur
iklim yang mempengaruhi proses pembentukan tanah terutama ada dua, yaitu suhu
dan curah hujan.
a.
Suhu/Temperatur
Suhu akan
berpengaruh terhadap proses pelapukan bahan induk. Apabila suhu tinggi, maka proses pelapukan akan
berlangsung cepat sehingga pembentukan tanah akan cepat pula
b. Curah hujan
Curah hujan akan berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah,
sedangkan pencucian tanah yang cepat menyebabkan tanah menjadi asam (pH tanah
menjadi rendah).
- Organisme (Vegetasi, Jasad renik/mikroorganisme)
Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah dalam hal:
- Membuat
proses pelapukan baik pelapukan organik maupun pelapukan kimiawi.
Pelapukan organik adalah pelapukan yang dilakukan oleh makhluk hidup (hewan dan tumbuhan), sedangkan pelapukan kimiawi adalah pelapukan yang terjadi oleh proses kimia seperti batu kapur larut oleh air. - Membantu proses pembentukan humus. Tumbuhan akan menghasilkan dan menyisakan daun-daunan dan ranting-ranting yang menumpuk di permukaan tanah. Daun dan ranting itu akan membusuk dengan bantuan jasad renik/mikroorganisme yang ada di dalam tanah.
- Pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah sangat nyata terjadi di daerah beriklim sedang seperti di Eropa dan Amerika. Vegetasi hutan dapat membentuk tanah. Vegetasi hutan dapat membentuk tanah hutan dengan warna merah, sedangkan vegetasi rumput membentuk tanah berwarna hitam karena banyak kandungan bahan organis yang berasal dari akar-akar dan sisa-sisa rumput.
- Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Contoh, jenis cemara akan memberi unsur-unsur kimia seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah, akibatnya tanah di bawah pohon cemara derajat keasamannya lebih tinggi daripada tanah di bawah pohon jati.
- Bahan Induk
Bahan induk terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen (endapan), dan batuan metamorf.
Batuan induk itu
akan hancur menjadi bahan induk, kemudian akan mengalami pelapukan dan menjadi
tanah.
Tanah yang terdapat di permukaan bumi sebagian memperlihatkan sifat (terutama sifat kimia) yang sama dengan bahan induknya. Bahan induknya masih terlihat misalnya tanah berstuktur pasir berasal dari bahan induk yang kandungan pasirnya tinggi. Susunan
Tanah yang terdapat di permukaan bumi sebagian memperlihatkan sifat (terutama sifat kimia) yang sama dengan bahan induknya. Bahan induknya masih terlihat misalnya tanah berstuktur pasir berasal dari bahan induk yang kandungan pasirnya tinggi. Susunan
Keadaan relief
suatu daerah akan mempengaruhi:
- Tebal atau tipisnya lapisan tanah, Daerah yang memiliki topografi miring dan berbukit lapisan tanahnya lebih tipis karena tererosi, sedangkan daerah yang datar lapisan tanahnya tebal karena terjadi sedimentasi.
- Sistem drainase/pengaliran, Daerah yang drainasenya jelek seperti sering tergenang menyebabkan tanahnya menjadi asam
- Waktu
Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah,
akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus. Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin tua dan
kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis mengalami
pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa.
Karena proses pembentukan
tanah yang terus berjalan, maka induk tanah berubah berturut-turut menjadi
tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Untuk jelasnya lihat gambar berikut:
Tanah Muda ditandai oleh proses pembentukan tanah yang masih
tampak pencampuran antara bahan organik dan bahan mineral atau masih tampak
struktur bahan induknya. Contoh tanah muda adalah tanah aluvial, regosol
dan litosol.
Tanah Dewasa ditandai oleh proses yang lebih lanjut sehingga
tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu dengan proses pembentukan
horison B. Contoh tanah dewasa adalah andosol, latosol, grumosol.
Tanah Tua proses pembentukan tanah berlangsung lebih lanjut
sehingga terjadi proses perubahan-perubahan yang nyata pada horizon-horoson A
dan B. Akibatnya terbentuk horizon Contoh tanah pada tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol
tua (laterit)
Lamanya waktu yang diperlukan untuk pembentukan
tanah berbeda-beda. Bahan induk vulkanik yang lepas-lepas seperti abu vulkanik
memerlukan waktu 100 tahun untuk membentuk tanah muda, dan 1000 – 10.000 tahun
untuk membentuk tanah dewasa. Secara ringkas faktor-faktor pembentuk tanah
digambarkan seperti berikut:
D. Penyebab
Kerusakan Tanah
Kerusakan tanah dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai
berikut:
- Perusakan hutan, Akibat dari hutan yang rusak dapat mengurangi daya serap tanah dan mengurangi kemampuannya dalam menampung dan menahan air, sehingga tanah mudah tererosi.
- Proses kimiawi air hujan, Air hujan merupakan faktor utama terjadinya kerusakan tanah melalui proses perubahan kimiawi dan sebagian lagi karena proses mekanis.
- Proses mekanis air hujan, Air hujan yang turun sangat deras dapat mengikis dan menggores tanah di permukaannya sehingga bisa terbentuk selokan. Pada daerah yang tidak bervegetasi, hujan lebat dapat menghanyutkan tanah berkubik-kubik. Air hujan dapat pula menghanyutkan lumpur sehingga terjadi banjir lumpur.
- Tanah longsor, Tanah longsor adalah turunnya atau ambruknya tanah dan bebatuan ke bawah bukit. Hujan mempercepat longsornya tanah karena tanah menjadi longgar dan berat. Pelongsoran hanya terjadi pada lapisan luar yang terlepas dari permukaan tanah.
- Erosi oleh air hujan, Pergerakan tanah dapat disebabkan oleh air hujan, misalnya tanah labil yang ada di pinggir-pinggir sungai apabila tertimpa hujan lebat akan lepas dan jatuh ke sungai.
Erosi adalah suatu proses penghancuran tanah
(detached) dan kemudian tanah tersebut dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan
air, angin, gletser atau
gravitasi. Di Indonesia erosi yang terpenting adalah disebabkan oleh air.
Jenis-jenis Erosi oleh Air
a)
Pelarutan,
Tanah kapur mudah
dilarutkan air sehingga di daerah kapur sering ditemukan sungai-sungai di bawah
tanah.
b) Erosi percikan (splash erosion), Curah hujan yang jatuh langsung ke tanah
dapat melemparkan butir-butir tanah sampai setinggi 1 meter ke udara. Di daerah
yang berlereng, tanah yang terlempar tersebut umumnya jatuh ke lereng di
bawahnya.
c)
Erosi
lembar (sheet erosion), Pemindahan
tanah terjadi lembar demi lembar (lapis demi lapis) mulai dari lapisan yang
paling atas. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat, karena kehilangan
lapisan-lapisan tanah seragam, tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat
seluruh top soil akan habis.
d) Erosi alur (rill erosion), Dimulai dengan genangan-genangan kecil
setempat-setempat di suatu lereng, maka bila air dalam genangan itu mengalir,
terbentuklah alur-alur bekas aliran air tersebut. Alur-alur
itu mudah dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
e)
Erosi gully (gully
erosion), Erosi ini
merupakan lanjutan dari erosi alur tersebut di atas. Karena alur yang terus
menerus digerus oleh aliran air terutama di daerah-daerah yang banyak hujan,
maka alur-alur tersebut menjadi dalam dan lebar dengan aliran air yang lebih
kuat. Alur-alur tersebut tidak dapat hilang dengan pengolahan tanah biasa.
f)
Erosi
parit (channel erosion), Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan
berhenti. Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau
dinding-dinding tebing parit di bawah permukaan air, sehingga tebing diatasnya
dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala meander dari alirannya dapat
meningkatkan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu.
g)
Longsor,
Tanah longsor terjadi
karena gaya gravitasi. Biasanya karena tanah di bagian bawah tanah terdapat lapisan
yang licin dan kedap air (sukar ketembus air) seperti batuan liat. Dalam musim
hujan tanah diatasnya menjadi jenuh air sehingga berat, dan bergeser ke bawah
melalui lapisan yang licin tersebut sebagai tanah longsor.
- Kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran.
- Terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi).
- Penjenuhan tanah oleh air (waterlogging) dan erosi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar