Kegiatan penambangan timah di darat telah lama
berlangsung terutama di Pulau Bangka, Belitung dan Singkep. Dampak dari operasi
penambangan adalah penurunan sifat-sifat fisik dan kimia tanah, perubahan
topografi lahan, hilangnya vegetasi alami, berkurangnya habitat satwa liar.
Lahan pasca tambang timah didominasi oleh hamparan tailing, overburden, dan
kolong. Tailing timah mempunyai karakterisitik fisika dan kimia tanah serta
kondisi iklim mikro yang jelek. Untuk memanfaatkan kembali lahan pasca tambang
timah, terutama lahan tailing perlu dilakukan reklamasi dan rehabilitasi.
Berbagai aplikasi teknologi telah dan akan dikembangkan untuk memperoleh hasil
yang memuaskan. Sejumlah spesies tumbuhan spesifik lokal, tanaman eksotik
seperti akasia, dan tanaman budidaya dikembangkan sebagai tanaman untuk
revegatasi lahan pasca tambang timah. Meskipun demikian sampai saat ini belum
ada manfaat ekonomis yang secara nyata dirasakan oleh masyarakat dari reklamasi
tersebut.
Kegiatan penambangan di darat berpengaruh terutama
pada sifat fisik dan kimia tanah. Perubahan struktur tanah terjadi akibat
penggalian top soil untuk mencapai lapisan bertimah yang lebih dalam. Pembuatan
dam (phok) telah mengubah topografi dan komposisi tanah permukaan akibat
digunakannya tanah overburden sebagai sarana penimbun. Top soil musnah karena
tertimbun tailing atau terendam genangan air (Sujitno,2007).
Lebih lanjut Sujitno (2007) menjelaskan, pemandangan umum yang dijumpai pada lahan bekas tambang timah berupa kolong (lahan bekas penambangan yang berbentuk semacam danau kecil dengan kedalaman mencapai 40 m), timbunan liat hasil galian (overburden), dan hamparan taling yang berupa rawa atau lahan kering. Latifah (2004) mengindikasikan bahwa sejalan dengan waktu, timbunan tailing akan membentuk hamparan tailing yang semakin luas. Kolong yang terbentuk pada proses penambangan skala besar umumnya tidak memunginkan untuk ditimbun sehingga menjadi semacam danau buatan.
Sejauh ini pemanfaatan kolong timah di Pulau Bangka belum optimal. Sebagian besar hanya dibiarkan, secara ekologis kolong tersebut berfungsi sebagai kolam retensi dan water catchment area untuk menampung hujan yang mengalir melalui aliran permukaan. Secara ekonomi, potensi kolong untuk dimanfaatkan sebagai sumber air baku, budidaya perairan, atau tempat rekreasi air Belum banyak dilakukan, baik oleh perusahaan penambang maupun pemerintah. Demikian juga pemanfaatan lahan tailing yang semakin luas sampai saat ini hanya sebatas diĆ¢€hijauĆ¢€kan dengan tanaman-tanaman serbaguna (multipurpose tree species, MPTS), terutama akasia. Lahan tidur bekas galian tambang tersebut perlu dipulihkan sehingga dapat dimanfaatkan untuk lahan perkebunan.
Reklamasi dan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Timah
Reklamasi sebagai usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuannya
Ruang lingkup reklamasi lahan meliputi:
1. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya
2. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya. Sasaran akhir dari reklamasi tersebut adalah terciptanya lahan bekas tambang yang kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali sesuai dengan peruntukannya (Direktorat Jenderal Mineral Batubara Dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2006).
Menurut Sujitno (2007), arah dari upaya
rehabilitasi lahan bekas tambang ditinjau dari aspek teknis adalah upaya untuk
mengembalikan kondisi tanah agar stabil dan tidak rawan erosi. Dari aspek
ekonomis dan estetika lahan, kondisi tanah diperbaiki agar nilai/potensi
ekonomisnya dapat dikembalikan sekurang-kurangnya seperti keadaan semula. Dari
aspek ekosistem, upaya pengembalian kondisi ekosistem ke ekosistem semula.
Dalam hal ini revegetasi/reforestisasi adalah upaya yang dapat dinilai mencakup
kepada kepentingan aspek-aspek tersebut. Reklamasi hampir selalu identik dengan
revegetasi.
Revegetasi adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang ((Direktorat Jenderal Rehabilitasi Hutan dan Lahan Departemen Kehutanan, (1997). Menurut Setiadi (2006), tujuan dari revegetasi akan mencakup re-establishment komunitas tumbuhan asli secara berkelanjutan untuk menahan erosi dan aliran permukaan, perbaikan biodiversitas dan pemulihan estetika lanskap. Pemulihan lanskap secara langsung menguntungkan bagi lingkungan melalui perbaikan habitat satwa liar, biodiversitas, produktivitas tanah dan kualitas air.
Alternatif
Komoditi
Ditinjau dari aspek konservasi lahan, revegetasi dengan menggunakan jenis MPTS telah dilakukan berhasil menghijaukan kembali lahan-lahan bekas tambang serta mampu mencegah erosi. Akan tetapi, sangat disayangkan tanaman yang dikembangkan belum memberikann manfaat secara ekonomi, baik bagi perusahaan maupun masyarakat setempat. Oleh sebab itu perlu dikembangkan spesies lain yang bernilai ekonomis lebih tinggi, seperti tanaman pangan, buah, industri dan tanaman perkebunan
Ditinjau dari aspek konservasi lahan, revegetasi dengan menggunakan jenis MPTS telah dilakukan berhasil menghijaukan kembali lahan-lahan bekas tambang serta mampu mencegah erosi. Akan tetapi, sangat disayangkan tanaman yang dikembangkan belum memberikann manfaat secara ekonomi, baik bagi perusahaan maupun masyarakat setempat. Oleh sebab itu perlu dikembangkan spesies lain yang bernilai ekonomis lebih tinggi, seperti tanaman pangan, buah, industri dan tanaman perkebunan
Selain pilihan
komoditi, pengembangan teknologi reklamasi tambang timah juga perlu menekankan
pada pemanfaatan bahan organik yang tersedia secara lokal, misalnya limbah
padat dan cair pengolahan kelapa sawit, limbah cair pengolahan karet, kompos
yang berasal dari sampah kota, kompos dari sisa-sisa tanaman pada suatu
pembukaan lahan, dan sebagainya. Hal ini perlu dilakukan, karena selain
bahan-bahan tersebut belum dimanfaatkan, juga untuk menekan biaya reklamasi
terutama biaya penambahan bahan organik pada tailing timah yang cukup tinggi.
Kesimpulan
1. Lahan pasca tambang timah merupakan lahan marjinal yang mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia serta iklim mikro yang jelek, sehingga untuk memanfaatkannya kembali diperlukan upaya reklamasi dan revegetasi lahan.
2. Reklamasi lahan pasca tambang timah secara hukum wajib dilaksanakan oleh perusahaan tambang timah sebagai wujud tanggung jawabnya untuk memulihkan kembali lahan yang telah mengalami degradasi akibat operasional tambang.
3. Kegiatan revegetasi lahan tailing timah telah dilakukan dengan menggunakan spesies asli setempat (native species), spesies pohon multiguna (multipurpose tree species), dan tanaman budidaya.
1. Lahan pasca tambang timah merupakan lahan marjinal yang mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia serta iklim mikro yang jelek, sehingga untuk memanfaatkannya kembali diperlukan upaya reklamasi dan revegetasi lahan.
2. Reklamasi lahan pasca tambang timah secara hukum wajib dilaksanakan oleh perusahaan tambang timah sebagai wujud tanggung jawabnya untuk memulihkan kembali lahan yang telah mengalami degradasi akibat operasional tambang.
3. Kegiatan revegetasi lahan tailing timah telah dilakukan dengan menggunakan spesies asli setempat (native species), spesies pohon multiguna (multipurpose tree species), dan tanaman budidaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar